Daftar jamur penyebab penyakit mematikan dirilis oleh WHO

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) beberapa waktu lalu (25 Oktober 2022) merilis ‘Daftar Jamur Patogen Prioritas’ (Fungal Pathogen Priority List – FPPL) untuk pertama kalinya. Daftar ini terdiri dari 19 spesies jamur yang terbagi dalam kategori kritis, risiko tinggi, dan risiko sedang. Terdapat 3 jenis jamur yaitu Candida albicans, Aspergillus fumigatus dan Cryptococcus neoformans yang tergolong dalam kategori jamur kritis yang menyebabkan lebih dari 1.6 juta orang meninggal setiap tahunnya di dunia. Resistensi terhadap obat antijamur menjadi masalah pada jamur golongan kritis ini, tetapi juga pada kategori risiko tinggi dan risiko sedang.

Saat ini di Indonesia masih terdapat keterbatasan dalam akses diagnosis dan tatalaksana penyakit jamur. Adanya daftar jenis jamur mematikan ini diharapkan dapat mendorong para pemangku kebijakan baik global maupun nasional untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap patogen jamur. Penelitian (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6402463/) dr. Anna Rozaliyani, yang terpublikasi di jurnal internasional mengungkapkan bahwa 7.7% dari populasi pasien di ICU di rumah sakit di Jakarta terkena aspergillosis paru invasif. Dr. Anna ialah ketua Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)sekaligus Global Action for Fungal Infection (GAFFI) ambassador Indonesia. Penyakit aspergillosis paru invasif merupakan penyakit infeksi jamur dengan tingkat kematian yang tinggi terutama pada pasien dengan sistem imun yang menurun seperti pasien HIV, kanker ataupun dengan riwayat penyakit paru lainnya seperti tuberkulosis.

Prof. dr. Retno Wahyuningsih (GAFFI ambassador Indonesia) memperkirakan 7.7 juta penduduk Indonesia terkena infeksi jamur yang berat setiap tahunnya (https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/myc.13304). Insiden tahunan kriptokokosis pada pasien AIDS diperkirakan sejumlah 7,540 kasus. Indonesia masih menduduki peringkat tiga teratas di dunia dalam banyaknya kasus tuberkulosis. Aspergillus merupakan jamur penyebab kerusakan paru-paru terutama pada pasien dengan riwayat tuberkulosis. Selain itu, hasil riset dr. Findra Setianingrum (staf pengajar FKUI dan pengurus Pusat Mikosis Paru Indonesia) mengungkapkan terdapat 8% pasien yang mengidap aspergilosis paru kronik dari 128 pasien tuberkulosis yang terlibat dalam studi ini (https://thorax.bmj.com/content/77/8/821). Angka yang cukup tinggi jika diekstrapolasikan dengan jumlah pasien tuberkulosis di Indonesia secara keseluruhan.

WHO merekomendasikan tiga bidang utama sebagai langkah nyata:

  • Peningkatan surveilans penyakit jamur (yang memerlukan akses rutin ke diagnostik),
  • Dukungan yang ditargetkan untuk riset dan inovasi (obat antijamur baru, diagnostik yang lebih baik)
  • Peningkatan sistem kesehatan (untuk memastikan akses ke diagnosis, deteksi resistensi, dan terapi, termasuk peningkatan jumlah dan kualitas pelatihan).

Pusat Mikosis Paru Indonesia (Indonesia Pulmonary Mycoses Centre – IPMC) merupakan organisasi riset dan pendidikan lintas profesi yang telah menyelenggarakan berbagai seminar, pelatihan baik secara luring maupun daring terkait diagnosis dan tatalaksana penyakit jamur. Terbitnya FPPL WHO disambut baik oleh IPMC dan harapannya ke depan akses diagnosis dan tatalaksana penyakit jamur dapat terintegrasi dan masuk ke dalam pembiayaan jaminan Kesehatan nasional Indonesia.

dr. Findra Setianingrum, M.Sc, Ph.D
Penulis adalah staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Pengurus Pusat Mikosis Paru Indonesia.

2 Komentar

    • Untuk saat ini buku baru bisa dibaca di website Dok, versi yang dapat diunduh akan kami informasikan kembali jika sudah tersedia. Buku versi hard copy sedang dalam proses pencetakan.

      Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *